RihlahKeilmuannya di Tanah Jawa. Rihlah keilmuan Abuya Dimyati ke tanah Jawa diawali pada sekitar tahun 1954 di Pesantren Payaman, Magelang, asuhan Simbah KH. Anwari Siroj. Namun, karena merasa tidak kerasan, Abuya akhirnya hanya bermukim 3 hari 3 malam di Payaman. Di Magelang, Abuya melanjutkan perjalannya ke Pesantren Watucongol asuhan
Pendidikan Anak Kyai 3 Oleh A. Fatih Syuhud Kyai Dimyati adalah pengasuh sebuah pesantren di Kampung Cidahu Kecamatan Cadasari Kabupaten Pandeglang Banten. Beliau dikenal sebagai ulama yang komplit tinggi ilmunya, luas wawasannya, kharismatik kepribadiannya dan yang tak kalah penting, disiplin dalam mendidik putranya. Setiap pagi Abuya Dimyati, begitu beliau biasa disapa para santrinya, mengajar kitab kuning pada para santri yang datang dari berbagai penjuru Tanah Air. Program pengajian kitab ini dianggap sangat penting bagi beliau. Terbukti, tidak ada seorangpun yang boleh mengganggu acara tersebut. Para tamu pejabat tinggi yang sering datang untuk silaturrahmi harus menunggu dengan sabar sampai beliau selesai mengajar. Apalagi tamu-tamu yang lain. Ini fenomena langka. Umumnya, tidak sedikit para kyai yang meliburkan program pengajian kitabnya apabila ada pejabat penting yang datang bertamu. Beliau dikenal dengan prinsip yang dikatakannya dalam bahasa Sunda “Thariqah aing mah ngaji!” Tarekat saya adalah ngaji. Ini mirip dengan kata-kata kyai Syuhud Zayyadi saat ditanya kenapa beliau sangat menyukai sholawat. “Tang tarikat jiyah sholawat” tarikat saya adalah baca sholawat, jawab beliau dalam sebuah kesempatan. Tetapi kelebihan Abuya bukan itu saja. Ada satu hal lagi yang patut diteladani oleh para kyai lain. Yaitu, beliau tidak akan memulai mengajar kitab sampai semua putra-putrinya hadir. Mendidik para santri merupakan hal penting. Tetapi bagi Abuya Dimyati, mendidik keluarga istri dan anak sendiri jauh lebih penting karena itu perintah pertama yang secara eksplisit disebut dalam Al Quran agar pendidikan dimulai dari diri sendiri dan keluarga QS At Tahrim 66 6. Seperti pernah saya singgung pada tulisan sebelumnya, kesuksesan seorang kyai bukan pada seberapa banyak santri yang nyantri di pesantrennya. Sukses tidaknya seorang kyai dalam hemat saya terletak pada seberapa besar dia berhasil mendidik keluarganya yakni anak dan istrinya. Dalam konteks ini, Abuya Dimyati merupakan sosok ulama yang sangat sukses. Kesuksesan Abuya bukan hanya dalam memberikan wawasan keilmuan pada anak sehingga putra-putrinya mewarisi kealiman ayahnya. Tetapi juga dalam mendidik kepribadian mereka. Di Banten beliau adalah seorang ulama yang masyhur. Masyarakat Banten menyebutnya sebagai “pakunya daerah Banten, di samping sebagai pakunya negara Indonesia.” Karena selain kyai yang berilmu tinggi, beliau juga seorang mursyid tarikat Naqsabandiyyah Qodiriyyah. Tidak heran, dengan kemasyhuran itu, banyak para pejabat tinggi negara yudikatif dan legislatif yang bertamu ke rumahnya. Biasanya, tamu pejabat tinggi tidak datang dengan tangan hampa. Tidak sedikit dari mereka yang datang dengan berbagai limpahan hadiah namun semua itu ditolaknya. Ketika beliau diberi sumbangan oleh para pejabat beliau selalu menolak dan mengembalikan sumbangan tersebut. Salah satu contoh, ketika beliau diberi sumbangan oleh Mbak Tutut anak mantan presiden Soeharto sebesar 1 milyar beliau mengembalikannya. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat bersahaja dan sederhana. Kesederhanaan adalah perilaku ideal seorang kyai. Dan perilaku keseharian adalah teladan terbaik orang tua dalam memberi pendidikan kepribadian pada anak-anaknya QS Al Ahzab 3321. Tentu, hidup sederhana tidak harus bermakna miskin. Justru, hidup sederhana yang ideal adalah yang dilakukan orang kaya. Karena itu menjadi bukti, bahwa kekayaan bukanlah tujuan, tapi hanya sebagai akibat dari hasil kerja keras yang notabene merupakan salah satu perintah Allah QS Al Jumah 629-10.[]
Ruqayah Sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok demi memenuhi pundi-pundi keilmuannya. kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku. Bahkan kepada putera-puterinya
Pronúncia deFale um novo idioma sem sacrifícios Experimente adicionar um pouco de música em seus estudos e alcance resultados incríveis.
Thesize of your webpage's HTML is 54.95 Kb, and is greater than the average size of 33 Kb.This can lead to slower loading times, lost visitors, and decreased revenue.Good steps to reduce HTML size include: using HTML compression, CSS layouts, external style sheets, and HTML compression, CSS layouts, external style sheets, and
ﺑﺴﻢ ﺍﻟﻠﻪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺍﻟﺮﺣﻴﻢ Assalaamu'alaikum ..... Kisah menarik perjalanan ulama besar banten ABUYA DIMYATI. dimyati atau d kenal dngan sebutan abuya dimyati adalah sosok yang kharismatik,beliau d kenal sebagai pengamal tarekat syadziliyah dan melahirkan banyak santri berkelas ,mbah dim begitu orang jakarta memanggil'a. Muhammad dimyati bin syaikh muhammad amin,dikenal sebagai ulama yang sangat kharismatik,murid'a ribuan dan tersebar hingga macanegara, Abuya dimyati orang jakarta biasa menyapa,d kenal sebagai sosok ulama sederhana dan tidak menyerah,hampir seluruh kehidupan'a di dedikasihkan untuk ilmu dan dakwah, Menelusuri kehidupan ulama banten ini seperti melihat warna-warni dunia SUFISTIK, Perjalanan spiritualnya dngan beberapa guru sufi seperti kiai dalhar watucongol, Perjuanganya yang patut d taladani, Bagi masarakat pandeglang provinsi banten mbah dim sosok sepupuh yang sulit tergantikan,lahir sekitar tahun 1919 d kenal pribadi bersahaja dan penganut tarekat yang d segani. Abuya dimyati juga kesohor sebagai guru pesantren dan penganjur ajaran Ah'lusunah wal jama'ah ,pondoknya d cidahu pandeglang banten,tidak pernah sepi dari para tamu maupun para pencari ilmu,bahkan menjadi tempat rujukan santri,pejabat hingga kiai,semasa hidupnya abuya dimyati di kenal sebagai gurunya dari para guru dan kiainya dari para kiai, Masarakat banten menjuluki beliau juga sebagai pakunya daerah banten,abuya dimyati d kenal sosok ulama yang mumpuni,bukan saja mengajarkan ilmu syari'ah tetapai juga menjalankan kehidupan dngan pendekatan tasauf,abuya di kenal sebagai penganut TAREKAT NAQSABANDIYYAH QODIRIYYAH, Tidak salah klw sampai skrang telah mempunyai ribuan murid,mereka tersebar di seluruh penjuru tanah air bahkan luar negri,sewaktu masih hidup pesantrennya tidak pernah sepi dari kegiatan mengaji,bahkan mbah dim mempunyai majlis khusus yang namanya majlis seng,hal ini d ambil d juluki seperti ini karena tiap dinding dari tempat pengajiannya sebagai besar terbuat dari seng d tempat ini pula abuya dimyati menerima tamu2 penting seperti pejabat pemerintah maupun para petinggi negri ,majlis seng ini lah yang kemudian di pakai'a untuk pengajian sehari2 semenjak kebakaran hingga samapai wafatnya. Lahir dari pasangan DAN sejak kecil memang sudah menampakan kecerdasan'a dan kesolehanya,beliaw belajar dari satu pesantren ke pesatren lain, seperti pesantren cadasari,kadupeseng pandeglang kemudian ke pesantren d plamunan hingga pleret cirebon, Abuya dimyati berguru pada ulama2 sepuh d tanah jawa,di antaran'a ABUYA ABDUL CHALIM,ABUYA MUQRI ABDUL CHAMID,MAMA ACHAMAD BAKRIMAMA SEMPUR,MBAH DALHAR WATUCONGOL,MBAH NAWAWI JEJARAN JOGJA,MBAH KHOZIN BENDO PARE,MBAH BAIDLOWI LASEM,MBAH RUKYAK KALIWUNGU dan masi banyak lagi,ke semua guru2 beliaw bermuara pada SYECH NAWAWI AL BANTANI Kata abuya dimyati,"para kiai sepuh tersebut adalah memiliki kriteria kekhilafahan atau mursyid sempurna",d samping pula sebagai paku'a negara indonesia,setelah abuya berguru tak lama kemudian parakiai sepuh wafat. Ketika mondok d watucongol,abuya sudah d minta untuk mengajar oleh mbah dalhar, Satu kisah unik,ketika abuya dimyati datang pertama ke watucongol,mbah dalhar memberi kabar kepada santri2 besok akan datang "kitab banyak",dan hal ini terbukti mulai saat .masih mondok di watucongol sampai di tempat beliaw mondok lainya,hingga sampai abuya menetap,beliau banyak mengajar dan mengorek kitab2 di pondok bendopare,abuya lebih d kenal dengan sebutan"mbah dim banten",karena kewira'iannya di setiap pesantren yang d singgahinya selalu ada peningkatan santri mengaji, Saking pentingnya ngaji dan belajar,satu hal yang sering di sampaikan dan di ingatkan mbah dim adalah,"jngan sampai ngaji di tinggalkan karena kesibukan lain atau karena umur",pesan ini sering di ulang2,seolah2 mbah dim ingin memberikan tekanan khusus, jngan sampai ngaji di tinggalkan meskipun dunia runtuh seribu kali !, Salah satu cerita karomah yang di ceritakan gus munir adalah,dimana ada seorang kiai dari jawa yang pergi ke maqom SYEIKH ABDUL QODIR AL-JAELANI di irak,ketika itu kiai tersebut merasa bangga karena banyak kiai di indonesia paling jauh mereka ziarah adalah maqom NABI MUHAMMAD SAW,akan tetapi dia dapat menjarahi sampai ke maqom SYEIKH ABDUL QODIL AL-JAELANI,ketika sampai di maqom tersebut,maka penjaga maqom bertanya padanya,"dari mana kamubahasa arab",si kiai menjawab "dari indonesia", maka penjaganya langsung bilang"oh di sini ada setiap malam jum'at seorang ulama indonesia yang kalw datang ziarah dan duduk saja depan maqom,maka segenap penziarah akan diam dan menghormati beliaw,beliaw membaca al'quran maka penziarah lain akan meneruskan bacaan tersebut",maka kiai tadi kaget,dan berniat untuk menunggu sampai malam jum'at agar tahu siapa sebenarnya ulama tersebut,ternyata pada hari yang di tunggu2 ulama tersebut adalah abuya dimyati,maka kiai tersebut kagum,dan ketika pulang ke jawa,dia menceritakan bagai mana beliaw bertemu abuya dimyati di maqom SYEIKH ABDUL QODIR AL-JAELANI,ketika itu abuya masih di pondok dan mengaji dengan santri2nya, Di balik kemasyhuran nama abuya dimyati,beliau adalah orang yang sederhana dan bersahaja,kalaw melihat wajah beliau terasa ada perasaan adem dan tentram di hati orang yang melihatnya, Abuya dimyati menempuh jalan spiritual yang unik,beliau secara tegas menyeru "Thariqah aing mah ngaji!",jalan saya adalah ngaji,sebab tinggi rendahnya derajat ke ulamaan seseorang bisa di lihat dari bagai mana ia memberi penghargaan terhadap ilmu,sebagai mana yang termaktub dalam surat al-mujadilah ayat 11,"bahwa allah akan meninggikan orang2 yang beriman dan orang2 yang d beri ilmu pengetahuan",di pertegas lagi dalam hadist NABI MUHAMMAD SAW,"al-ulama'u waratsatul anbiya",para ulama adalah pewaris nabi, ngaji sebagai sarana pewarisan ilmu melalui ngaji,sunnah dan keteladanan nabi di ajarkan,melalui ngaji,tradisi para sahabat dan tabiin di wariskan,ahmad munir berpendapat bahwa ilmu adalah suatu keistimewaan yang menjadikan manusi unggul atas mahluk lainya guna menjalankan fungsi kekhalifahanya. Alam spritual. di banding dengan ulama kebanyakan,abuya dimyati ini menempuh jalan spiritual yang unik,dalam setiap perjalanan menuntut ilmu dari pesantren yang satu ke pesantren yang lain,selalu kegiatan abuya dimyati mengaji dan mengajar,hal ini pun di terapkan kepada parasantri, Abuya dimyati di kenal sebagai ulama yang komplet karena tidak hanya mampu mengajar kitab tetapi juga dalan ilmu seni kaligrafi atau khat,dalam seni kaligrafi ini,abuya mengajarkan semua jenis kaligrafi seperti khuf,tsulut,diwani,diwani jally,naskhy dan lain sebagainya,selain itu juga sangat mahir dalam ilmu membaca al-qur'an, Bagi abuya hidup adalah ibadah,tidak salah kalau KH,dimyati kaliwungu kendal jawa tengah pernah berucap bahwa belum pernah seseorang kiai yang ibadahnya luar biasa,menerutnya selama berada di kaliwungu tidak pernah menyia-nyiakan waktu,sejak pukul 6 pagi sudah mengajar hingga jam 1130 Setelah istirahat sejenak selepas dzuhur langsung mengajar lagi hingga ashar,selesai solat ashar mengajar lagi hingga magrib,kemudian wirid hingga isya,sehabis itu mengaji lagi hingga pukul24 malam,setelah itu melakukan aiyamul lail hingga subuh, Di sisi lain ada sbuah kisah menarik,ketika bermaksud mengaji di lasem,ketika bertemu denganya,abuya di suruh pulang,namun abuya justru smakin menggebu-gebu untuk menuntut ilmu,sampai akhirnya kia khasrtimatik itu menjawab,"saya tidak punya ilmu apa2", sampai pada satu kesempatan,abuya dimyati memohon di waris thariqoh,kh baidlowi pun menjawab,"mbah dim,dzikir itu sudah termaktub dalam kitab,begitu pula dengan shalawat,silahkan membuat sendiri saja,saya tidak bisa apa2,karena tarekat itu adalah sebuah wadzifah yang terdiri dari dzikir dan shalawat," Jawab tersebut justru membuat abuya dimyati penasaran untuk ke sikian kalinya dirinya memohon kepada kh baidlowi,pada akhirnya kiai baidlowi menyuruh abuya untuk solat istikhoroh,setelah melaksanakan solat tersebut sebanyak tiga kali,akhirnya abuya mendatangi kh baidlowi yang kemudian di ijazahi thariqot asy syadziliyah, Abuya dimyati di penjara Abuya dimyati di kenal sebagai salah satu orang yang sangat teguh pendirianya,sampai2 karena keteguhanya ini pernah di penjara pada jaman orde baru,abuya sempet di fitnah dan di masukan ke dalam penjara,hal ini di sebabkan abuya sangat berbeda prinsip dengan pemerintah,ketika terjadi pemilu tersebut abuya di tuduh menghasut dan anti pemerintah,abuya pun di jatohi vonis selama enam bulan,namun empat bulan kemudian abuya keluar dari penjara, Abuya dimyati dan kiai dalhar Ada cerita2 menarik seputar abuya dan pertemaunya dengan para kiai besar,di sebutkan ketika bertemu dengan kiai dalhar watucongol abuya sempet kaget,hal ini di sebabkan selama 40 hari abuya tidak pernah di tanya bahkan di panggil oleh kiai dalhar,tempat pada hari ke 40 abuya di panggil mbah dalhar,"sampeyan mau apa jauh2 datang ke sini," di tanya begitu abuya pun menjawab,"saya mau mondok mbah",kemudian kiai dalhar pun berkata,"perlu sampean ke tahui,bahwa disini tidak ada ilmu,justru ilmu itu sudah ada pada diri sampean,dari pada sampean mondok di sini buang2 waktu,lebih baik sampeyan pulang lagi ke banten,amalkan ilmu yang sudah ada dan syarahi kitab2 mbah mu,karena kitab tersebut masih perlu di perjelaskan dan sangat sulit di pahami oleh orang2 awam",mendengar jawaban tersebut abuya dimyati,"tujuan saya ke sini adalah untuk mengaji,kok saya malah di suruh pulang? kalau saya di suruh mengajar kitab,kitab apa yang mampu saya karang?"kemudian kiai dalhar memberi saran,baiklah kalau sampeyan mau tetap di sini, saya mohon ajarkan lah ilmu sampeyan kepada santri2 yang ada di sini dan sampeyan jngan punya temen2",kemudian kiai dalhar memberi ijazah tareqat syadziliyqh kepada abuya, Ada beberapa kitab yang di karang oleh abuya dimyati,di antaranya adalah,MIN HAJUL ISHTHIFA,kitab ini isinya menguraikan tentang hizib nashr dan hizib ikhfa,di karang pada bulan rajab H 1379/1959 M,kemudian kitab ASHLUL QODR,yang di dalamnya khususiat sahabat saat perang badar,tercat pula kitab ROSHNUL QODR,isinya menguraikan tentang hizib nashr,ROCHBUL QOIR 1 dan 2 yang juga sama isinya yaitu menguraikan tentang hizib nashr,selanjutnya kitab BAHJATUL QOLAID,NADZAM TI JANUD DARORI,kemudian kitab tentang tarekat yang berjudul AL-HADIYYATUL JALALIYYAH,di dalamnya membahas tentang tarekat syadziliyah, Abuya dimyati meninggalkan kita semua,pada malam jum'at pahing,30 oktober 2003m/07 sya'ban 1424 H,sekitar pukul 0300 wib,untuk umat muslim khususnya warga NU telah kehilangan salah seorang ulamanya,KH MUHAMMAD DIMYATI BIN KH MUHAMMAD AMIN AL-BANTANI,di cidahu,cadasari,pandeglang,banten dalam usia 78 th copas dr grup sebelah
MuhammadDimyati bin Muhammad Amin al-Banteni yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyati, atau oleh kalangan santri Jawa akrab dipanggil "Mbah Dim". kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku. Bahkan kepada putera-puterinya (termasuk juga kepada santri-santrinya) Mbah Dim menekankan arti
KH Tubagus Tb Ahmad Bakri, lebih dikenal dengan sebutan Mama Sempur. Mama merupakan istilah bahasa sunda yang berasal dari kata rama artinya Bapak. Di kalangan masyarakat Jawa Barat, kata Mama ini biasanya disematkan kepada Ajengan atau Kiai sehingga sebutannya menjadi Mama Ajengan atau Mama Kiai. Sementara Sempur adalah sebuah Desa yang ada di Kecamatan Plered, Purwakarta, Jawa Barat. Mama Sempur lahir di Citeko, Plered, Purwakarta, Jawa Barat pada tahun 1259 H atau bertepatan dengan tahun 1839 M, ia merupakan putera pertama dari pasangan KH Tubagus Sayida dan Umi, selain KH Tubagus Ahmad Bakri dari pasangan ini juga lahir Tb Amir dan Ibu Habib. Keturunan Rasulullah saw Dari jalur ayahnya, silsilah KH. Tubagus Ahmad Bakri sampai kepada Rasulullah saw sebagaimana dapat dilihat dalam karyanya yang berjudul Tanbihul Muftarin h. 22, sebagaimana berikut KH. Tb. Ahmad Bakri bin KH. Tb. Saida bin KH. Tb. Hasan Arsyad Pandeglang bin Maulana Muhammad Mukhtar Pandeglang bin Sultan Ageng Tirtayasa Abul Fath Abdul Fattah bin Sultan Abul Ma’ali Ahmad Kenari bin Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdul Qodir Kenari bin Maulana Muhammad Ing Sabda Kingking bin Sultan Maulana Yusufbin Sultan Maulana Hasanudin bin Sultan Maulana Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati bin Sultan Syarif Abdullah bin Sultan Maulana Ali Nurul Alam bin Maulana Jamaluddin al-Akbar bin Maulana Ahmad Syah Jalal bin Maulana Abdullah Khon Syah bin Sultan Abdul Malik bin Alwi bin Muhammad Shohib Mirbath bin Ali Kholi’ Qosam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Sayyidina Ubaidillah bin Imam al-Muhajir ila Allah Ahmad bin Isa an-Naqib bin Muhammad an-Naqib bin Ali al-Aridl bin Imam Ja’far ash-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidina wa Maulana Husain bin Saidatina Fatimah az-Zahra binti Rosulillah SAW. Ayah KH Tubagus Sayida yang juga kakeknya KH Tubagus Ahmad Bakri adalah KH. Tubagus Arsyad, ia seorang Qadi Kerajaan Banten, namun KH Tubagus Sayida nampaknya tidak berminat untuk menjadi Qadi Kerajaan Banten menggantikan posisi ayahnya dan dengan berbagai pertimbangan akhirnya ia memutuskan untuk meninggalkan Banten. Perjalanan KH. Tubagus Arsyad dari Banten membawanya sampai di daerah Citeko, Plered, Purwakarta, di tempat inilah Tubagus Sayida bertemu dan menikah dengan Umi, dan di daerah ini pula seorang bayi yang diberi nama Ahmad Bakri dilahirkan, Ahmad Bakri muda mendapatkan pendidikan agama dari keluarga, untuk menambah wawasan dan ilmu keislaman, ia belajar di berbagai Pondok Pesantren yang ada di Jawa dan Madura, sebelum berangkat, KH. Tb. Sayida berpesan kepada Ahmad Bakri agar jangan berangkat ke Banten apalagi menelusuri silsilahnya, ia baru diperbolehkan melakukan hal tersebut ketika masa studinya di pesantren selesai. Tidak puas belajar di Jawa dan Madura membuat KH. Tubagus Ahmad Bakri bertekad berangkat ke pusat studi Islam, yaitu Mekkah, disana ia belajar kepada ulama-ulama nusantara, setelah dianggap cukup dan berniat menyebarkan agama Islam ia kemudian pulang ke Purwakarta dan pada tahun 1911 M, ia memutuskan untuk mendirikan pesantren di daerah Sempur dengan nama Pesantren As-Salafiyyah. Beberapa santri KH Tubagus Ahmad Bakri yang menjadi ulama terkemuka diantaranya KH. Abuya Dimyati Banten, KH Raden Ma’mun Nawawi Bekasi, KH Raden Muhammad Syafi’i atau dikenal dengan Mama Cijerah Bandung, KH Ahmad Syuja’i atau Mama Cijengkol, KH Izzuddin atau Mama Cipulus Purwakarta. Di pesantren ini pula KH. Tubagus Ahmad Bakri banyak menuangkan pemikirannya dalam berbagai kitab yang ia tulis, dan selama hidupnya KH Tubagus Ahmad Bakri diabdikan hanya untuk mengaji atau thalab ilm, dan thalab ilmu inilah yang menjadi jalannya untuk mendekatkan diri kepada Allah tarekat, maka tarekat yang ia pegang adalah Tarekat Ngaji, sebagaimana ia ungkapkan dalam karyanya yang berjudul Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat pada h. 47-49 sebagaimana berikut Ari anu pang afdol2na tarekat dina zaman ayeuna, jeung ari leuwih deukeut2na tarekat dina wushul ka Allah Ta`ala eta nyatea tholab ilmi, sarta bener jeung ikhlash. Tarekat yang paling afdol zaman sekarang dan tarekat yang paling dekat dengan `wushul` kepada Allah adalah thalab ilmi serta benar dan ikhlash Pernyataan KH Tubagus Ahmad Bakri ini dikutip dari jawaban seorang Mufti Syafi`i yaitu Syaikh Muhammad Sayyid Babashil yang mendapat pertanyaan seputar tarekat dari Syaikh Ahmad Khatib. Dialog kedua ulama tersebut dikutip oleh Mama Sempur dalam dalam Kitab Idzharu Zughlil Kadzibin halaman 61. Menurut salah seorang cucu KH. Tubagus Ahmad Bakri, yaitu KH. Tubagus Zein, KH. Tubagus Ahmad Bakri pernah mengecam terhadap penganut tarekat, karena sebagian dari mereka ada yang meninggalkan syariat dan menurut KH. Tubagus Zain, kecaman ini lebih kepada melindungi masyarakat agar tetap bisa menyeimbangkan antara syariat dan hakikat. Namun demikian, dalam kitab Futuhatut Taubah Fi Shidqi Tawajuhit Tarekat h. 32 seraya mengutip pernyataannya Syaikh Muhammad Amin Asyafi`i Annaqsyabandi, KH. Tubagus Ahmad Bakri menyatakan bahwa hukum masuk dalam salah satu tarekat mu`tabarah bagi setiap muslim laki-laki maupun perempuan yang sudah mukallaf adalah fardlu`ain. Sehingga menurut salah satu riwayat KH Tubagus Ahmad Bakri pun tetap menganut tarekat mu`tabarah. Adapun tarekat yang dianutnya adalah Tarekat Qadiriyyah wan Naqsyabandiyah TQN. Sementara mengenai Tarekat Ngaji ini, bisa dilihat dari aktifitas dan kesibukan KH. Tubagus Ahmad Bakri sehari-hari, sebagaimana disampaikan oleh salah seorang muridnya, KH Mu`tamad. Menurut Pengasuh Pesantren Annur Subang ini, setiap pukul empat pagi, KH. Tubagus Ahmad Bakri sudah bersila dan berdzikir di dalam masjid, kemudian dilanjutkan dengan mendirikan shalat subuh berjamaah, selepas wiridan dan shalat berjamaah selesai, ia tetap bersila sampai waktu dluha tiba, kemudian melaksanakan shalat dluha dan dilanjutkan kembali dengan mengajar ngaji santri sampai pukul WIB. Usai mengajar ngaji santri, jadwal pengajian selanjutnya adalah mengajar ngaji kiai-kiai sekitar kampung dan dilanjutkan dengan shalat Dhuhur berjamaah. Kemudian ia pulang ke rumah dan istirahat. Namun ia tak pernah bisa istirahat sepenuhnya, karena sudah ditunggu para tamu, sampai waktu ashar. Selepas shalat Ashar, KH. Tubagus Ahmad Bakri kembali mengaji bersama para santri hingga menjelang maghrib. Selepas maghrib, istirahat sejenak dan shalat Isya, setelah shalat isya, ia kembali mengajar sampai pukul WIB. Bahkan menurut satu riwayat, kebiasaan KH. Tubagus Ahmad Bakri yang pernah diketahui oleh santrinya adalah ia tidak pernah batal wudhu sejak isya sampai subuh dan tidak pernah terlihat makan. Beguru Kepada Ulama Nusantara dan Mekkah Keluarga KH. Tubagus Ahmad Bakri adalah keluarga yang taat beragama, ayahnya pun merupakan salah satu ulama kharismatik, sehingga pendidikan agama KH. Tubagus Ahmad Bakri di usia dini diperoleh melalui ayahnya. Adapun Ilmu-ilmu yang dipelajari oleh KH. Tubagus Ahmad Bakri meliputi Ilmu tauhid, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Hadits dan Tafsir. Menurut salah seorang cucunya, setelah ilmu dasar agama dianggap cukup, Mama Sempur memutuskan untuk menimba ilmu ke pesantren yang ada di Jawa dan Madura, beberapa ulama yang pernah ia timba ilmunya adalah Sayyid Utsman bin Aqil bin Yahya Betawi, Syaikh Soleh Darat bin Umar Semarang, Syaikh Ma’sum bin Ali, Syaikh Soleh Benda Cirebon, Syaikh Syaubari, Syaikh Ma’sum bin Salim Semarang, Raden Haji Muhammad Roji Ghoyam Tasikmalaya, Raden Muhammad Mukhtar Bogor, Syaikh Maulana Kholil Bangkalan Madura bahkan di Syaikh Maulana Kholil inilah beliau mulai futuh terbuka pemikirannya terhadap ilmu pengetahuan agama Islam. Pengembaraan di dunia intelektual tidak membuat Mama Sempur merasa puas. Untuk itu akhirnya ia memutuskan untuk berangkat menuntut ilmu ke Mekkah. Dalam kitab Idlah al-Karatoniyyah Fi Ma Yata’allaqu Bidlalati al-Wahhabiyyah h. 27, Mama Sempur menyebutkan guru-gurunya sebagaimana berikut Syaikh Nawawi Al-Bantani, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, Syaikh Mahfudz Termas, Syaikh Said Babshil, Syaikh Umar bin Muhammad Bajunaid, Sayyid Abdul Karim ad-Dighistani, Syaikh Soleh al-Kaman Mufti Hanafi, Syaikh Ali Kamal al-Hanafi, Syaikh Jamal al-Maliki, Syaikh Ali Husain al-Maliki, Sayyid Hamid Qadli Jiddah, Tuan Syaikh Ahmad Khatib, Syaikh Said al-Yamani, Syaikh Mukhtar bin Athorid dan Syaikh Muhammad Marzuk al-Bantani.
A9AGWy.